Menggoreng merupakan salah satu cara yang biasa digunakan dalam mengolah suatu panganan. Dalam proses menggoreng sendiri, minyak dapat berfungsi sebagai medium pengantar panas, penambah rasa gurih, nilai gizi, dan kalori bagi makanan yang digoreng.
Namun tahukah anda bawha proses pemanasan minyak goreng akan menimbulkan sejumlah perubahan pada sifat fisik dan kimianya. Perubahan sifat fisik pada minyak selama penggorengan menyebabkan minyak jadi lebih kental, perubahan warna lebih cair, penurunan titik cair, serta terbentuknya busa selama penggorengan. Sedangkan kerusakan kimia meliputi polimerisasi, hidrolisis, atau oksidasi yang merusak vitamin yang terkandung dalam minyak.
Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang atau disebut juga minyak jelantah bisa merugikan kesehatan tubuh. Untuk menekan biaya produksi, sebagian pedagang gorengan biasanya tidak membuang minyak jelantah tersebut, tetapi selalu menambahkannya dengan minyak yang baru.
Minyak jelantah biasanya telah rusak akibat proses penggorengan dalam suhu tinggi. Minyak yang rusak akan menghasilkan makanan gorengan dengan rupa yang tidak menarik dan rasa tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak yang terdapat dalam minyak.
Menurut Prof.Dr.Ir.Made Astawan, pakar teknologi pangan dari Institut Pertanian Bogor, dalam buku Kandungan Gizi Aneka Bahan Makanan, makanan yang digoreng tipis, seperti keripik, mempunyai daya serap minyak yang lebih besar daripada makanan goreng yang tebal.
Pada makanan yang tebal, yang menyerap minyak hanya lapisan luar, sedangkan lapisan dalamnya mengandung air (contohnya pisang atau ubi). Permukaan paling luar dari makanan yang digoreng berwarna cokelat kekuningan. Warna tersebut dipengaruhi oleh komposisi makanan, suhu, dan lama penggorengan.
Beberapa hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pemberian minyak yang sudah rusak (akibat pemakaian berulang pada suhu tinggi) ke dalam ransum, dapat menyebabkan gejala karsinogenik (kanker akibat adanya berbagai senyawa beracun), dan berbagai penyakit seperti diare dan aterosklerosis.
Para ahli menyarankan sebaiknya minyak goreng dipakai maksimal empat kali periode penggorengan. Periode artinya minyak jelantah telah mengalami proses pendinginan sebanyak tiga kali. Namun, jika penampilan jelantah sudah kehitaman, kental, dan berbuih ketika dipanaskan kembali, sebaiknya dibuang saja.
Saturday, August 15, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment